Keyword Story Chapter 3

                           Keyword Story
Chapter 3 : Saya calon pegawai baru

   Sheila segera menghubungi Vanno. Sementara dibelakangnya suami nya tampak menyeret koper di ikuti si kecil Brisia.
  " vanno... Im back... You can pick up me? If you not bussy...
  " really... My sister !! Is surprise for me!!! Ucapku
  Aku yang menumpang mandi bergegas berpakaian. Tiba tiba pintu kamar tamu diketuk,
 " sorry van... Ini baju papa, mungkin agak kebesaran but nothing lah daripada pake baju yang tadi" ucap kinara sambil keluar kembali dari kamar
 " Thanks kin...
 Kinara hanya membalas dengan senyum dan anggukan. Aku kembali melanjutkan kembali pembicaraanku di telepon tadi. Mungkin kakakku mendengarnya, dia meledekku.
 " Who is this?  kinara ? Aku ga salah dengar?  Your rival in high school?  Hahaaa... Tawanya renyah
 " Kania Vabrisia Samuel kamu punya onti baru!!!  Celoteh kakakku kembali
 " heuh... Apa an kau kak... Oke lanjut nanti... Aku segera meluncur...
 " okey okey... I can't to hug you dear... "
   Usai memakai pakaian om Elgan aku segera berpamitan sebenarnya mataku ngantuk. Karena seharian ini aku belum istirahat. Belum lagi ditambah masalah di diskotik tadi.
  Baru saja aku melangkah pergi, mama Kinara memanggilku.
  " Vanno ini masih pagi loh... Pakai jaket Kinara yah... Soalnya kamu buru buru... Tante asal ambil maaf ya kalo warna nya sedikit mencolok...
 " its pinky boy! Tawa Kinara
 Aku segera mengucapkan terima kasih dan buru buru tancap gas. Dari spion aku melihat Kinara dan ibunya melambaikan tangan. Aku segera membuka kaca jendelaku dan membalas lambaian tangannya seraya tersenyum.
                                      ***
  Perjalanan menuju bandara lumayan sepi, sesekali aku menghirup vape ku. Beruntung ada Jaket Kinara yang kubawa segera kupakai jaketnya agar sedikit hangat.
  Di perjalanan aku mampir sebentar ke gerai kopi, sekedar untuk menghangatkan badan dan membeli roti untuk mengganjal perut kosongku. Suasana jalan masih sangat sepi. Sesegera mungkin aku menyalakan MP3 player di mobilku. Rasanya bosan.
                                  ***
  " om vanno..." teriak brisia dari kejauhan.
  Sesegera mungkin aku langsung menggendong keponakanku. Sementara kak Sheila dan suaminya tampak memandangi keakraban kami.
  Aku segera menyalami Marcus dan kakakku. Kami berbincang sebentar saling menanyakan kabar. Aku segera membawa koper kakakku ke bagasi.
  Handphoneku berdering. Kulihat nama Bian disana. "apa lagi sih bian?  Keluhku mendengar dering ponselku sendiri.
   " siapa van ? Kok ga diangkat ? Tanya kakakku
   " bryan ka...
   " oh... Angkat aja, siapa tau penting... Perintah kakakku pelan seraya mengajak Markus naik mobil.
  Aku agak menjauh jadi dari mobil, kuangkat segera telepon dari Bryan.
  " ada apa bian? Tanyaku langsung
  " sorry gue ganggu van... Gue diterror van... Jawabnya gelisah
  " teror?  Makanya jangan judi mulu... Umpatku padanya
  " lu sekarang dimana? tanyanya
  " lagi jemput kakak gue nih... Are you miss her?
  " Sheila di jakarta? What?
  Belum jelas kenapa Bryan malah menutup teleponnya.
  " masih lama telponnya? Panggil kakakku
  " sorry...
 Aku segera masuk mobil, segera aku melesat menuju apartement yang di sewa kakakku. Perjalanan sepi, aku pun menguap karena memang sudah agak mengantuk. Markus yang terbangun segera menyuruhku untuk pindah kebelakang. Diapun mengendarai mobilku.
                                         ***
 Sampai di apartement, aku segera naik ke flat kakakku. Ada dilantai atas. Aku memang punya akses sendiri ke apartement ini. Papa memberikan aset apartement ini untuk aku, yang tanpa sepengetahuannya selalu dipakai oleh kakakku selagi ke Indonesia. Akupun sering menggunakan apartement ini ketika aku enggan untuk pulang dan tengah pusing dengan kerjaan atau tuntutan Mama dan Papa.
  Brisia segera ditidurkan kakakku.
  Sementara itu Markus juga tampak kelelahan dan tertidur. Aku pun menyusul tidur.
  Kakakku masih sibuk merapikan koper dia, untuk menemani nya dia menyalakan televisi. Aku yang masih setengah sadar sayup sayup mendengar pemberitaan Velove.
  Setelah nya aku tak tahu apapun yang terjadi disana karena aku sudah melalang buana ke alam mimpi. Rasanya baru tadi aku tidur, kakakku membangunkanku, katanya temannya sudah menunggu dibawah dan dia mendapatkan tawaran untuk meliput berita Velove. Aku yang setengah sadar mengiyakan saja dan melanjutkan mimpiku.
                                    ***
  Bryan masih merenung memikirkan pesan aneh yang mendarat di ponselnya. Tiba tiba handphonenya berdering dengan ragu ia segera mengangkat telepon itu.
  " Halo si..  Si... Siapa ini? Tanya nya setengah gagap
  " ini aku jenny ? Whats happen ? Kok kamu kaya ketakutan? seru jenny penasaran
  " no problem... Biasa pengaruh whisky... seloroh bryan
  " Bian thanks ya... Udah bawa gue ke mobil, i dont know if you not there, thanks you bian...
 " youre welcome Jen...
  Bryan segera menggombali Jenny. Sungguh sangat tidak mungkin Bryan menyia nyiakan kesempatan itu. Mata nya beralih ke email masuk di depannya.
  Ia segera mungkin membacanya sembari berbincang dengan Jenny.
  " Aku sudah di Lokasi. Aku melihat sahabat mu masih disana. Kau tidak mau menyusulku?
 Sekonyong konyong Bryan melempar handphonenya ke sofa membaca pesan itu. Matanya membelalak, kembali ia membaca alamat email yang sama keywordkvs@mail.com. Ia benar benar drop, wajahnya pucat pikirannya langsung mengarah Sheila, gombalannya untuk Jenny hilang seketika. Ia mematikan telepon dari Jenny. Sebuah email masuk dari email yang sama berisi sebuah pesan suara.... Suaranya tidak terlalu jelas, namun ia masih mendengar dengan jelas bahwa itu suara seorang wanita.
 " Im Back!!!
                                   ***
   Sheila sampai dilokasi bersama partnernya. Mereka segera berjubel mengerubuti petugas kepolisian. Tidak nampak disana orang yang hendak diwawancarai.
  Sama seperti Sheila, disisi lain irfan juga berebutan mendokumentasikannya. Sheyla mundur teratur kebelakang meninggalkan kerumunan.
  Ia nampak kesal karena tak mendapati Tegar. Ia sedikit menggerutu dan meninggalkan keramaian itu. Ia segera menghubungi Irfan. Ia berdalih kepalanya pusing, dan memikirkan cara lain untuk mendekati Tegar.

( to be continued )

Comments

Popular Posts